Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jika Langkah Kamu Tersandung Kesombongan Tanpa Sadar


Semenjak waktu seakan tidak lagi berkawan, ia terus memburu di setiap gelak tawa, yang bahkan air mata aku biarkan dibawa angin. Mungkin ada yang bilang Jonggrang terlalu sombong untuk menerima cinta Bandung bondowoso, tapi seterpesonanya ia pada lelaki itu, mana ada seorang diri mampu bersanding dengan musuh.

Sombong itu benar-benar samar. Bahkan pada seseorang yang lemah. Maka berhati-hatilah aku terhadap diri yang mulai mengagumi masa lalu yang sudah berlalu, mengagumi kepandaian yang perlu diusahakan dari pijakan yang teramat banyak dan membuat terengah-engah. Dari kata-kata yang melontarkan banyak bincang tentang keakuan, saya dan hamba.

Atau pada gelar manusia dan pengalaman yang menjadi catatan takdir, menceritakan pada pihak selain aku, seolah diri menjelma bijak. Entah, datang dari mana itu, mengenai kisah atau kata-kata puitis bagai orang-orang yang kaya akan pemikiran. Tapi justru, tersamar diri tidak mampu mengakui kelemahan dan masih sangat butuh rangkulan. Terutama rangkulan Tuhan.

Maka aku keluar dari keterpurukan diri, dari rasa sombong yang membuat Jongrang menjadi batu. Berkilah bahwa diri mampu membungkus pikiran dari sikap itu. Berkata dengan teramat samar, bahwa kesembongan atau merasa paling baik justru menyembunyikan diri dari cahaya nyata dan aku hanya mampu melihat cahaya imitasi.

Jika gading tidak ada yang retak, maka dari sekian perjalanan kebaikan, banyak sekali retak-retak diri yang sesungguhnya jauh dari mampu untuk dibilang hebat, tapi seakan ingin dibilang hebat. Lantas, nanti setelah hebat. Mau apa dan gimana?

Terbangun aku dari mimpi yang hanya menghantarkan imajinasi, menjadi hebatlah karena memang Tuhan yang menghebatkan. Bukan karena malunya kita mengakui ketidakcerdasan kita, tidak bijaknya diri dan berkatalah bahwa diri ini memang butuh perbaikan pada setiap detiknya.

Yang terpenting bukan dimana kamu berpijak, tapi bagaimana cara kamu berpijak. Masih tersematkah rasa sombong diantara kaki-kakimu yang lemah itu. Aku mengerti setiap saat mungkin kita menciptakan samar angkuh yang membuat silau. Tapi nyatanya kita lemah.