Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Persahabatan Sejati: Kehangatan, Pengertian, dan Tantangan

          

Kecendrungan seseorang untuk berada dalam lingkungan yang membuatnya nyaman. Ia akan berlama-lama disana, mengumbar cerita suka, duka, tertawa atau kecewa. Lingkungan itu bernama persahabatan. Dimana masing-masing individu yang dilahirkan unik, masing-masing melipir membentuk sebuah kelompok –bisa dua orang atau lebih- yang tanpa sengaja bisa saling mengerti nada-nada diantaranya, walau dengan bunyi yang berbeda.

Selain keluarga, saya memiliki sebuah keindahan hidup lainnya yaitu sahabat. Sahabat adalah nama-nama yang kita simpan dalam ruang hati kita. Dia yang biasanya kita ingat jika diperlukan berbagi cerita. Entah duka atau suka. Nama seorang sahabat selalu berada di peringkat teratas pada setiap persentase pengiriman pesan singkat, whatsapp, atau blackberry messenger. Kabar mereka selalu kita rindukan. Jika pertemuan terjadi, tidak cukup waktu untuk berbagi cerita. Walaupun, cerita yang terlontar itu-itu saja.

Lemon tea persahabatan

Secangkir persahabatan tidak selalu menyuguhkan sebuah minuman manis. Karena persahabatan dibentuk oleh kondisi yang bisa bermuara sebutan takdir. Saya bertemu dengannya, adalah sebuah takdir. Allah punya kehendak. Tapi jangan lupa kalau  manusia dilengkapi dengan sifat egois. Saya menyakini manusia mempunyai sifat itu. Hanya saja, satu dengan yang lainnya memiliki dominan yang berbeda dalam prilaku.Ada yang mengendalikannya dengan bijak atau mengumbarnya tanpa disadarinya sama sekali.

Ikatan kuat persahabatan, selalu dilengkapi dengan rindu. Jika masih tidak ada rindu dalam sebuah hubungan persahabatan, berarti persahabatan itu harus dipertanyakan. Karena dalam hati seseorang bisa di buat banyak kamar untuk ditempati banyak nama sahabat. Itu mengapa Allah, menitipkan kebaikan mengasihi.

Persahabatan itu adalah sebuah hubungan yang harus diperbaharui terus menerus kualitasnya. Sebuah kebersamaan manusia pasti ada asam manisnya. Laiknya, sendok dan piring suka berdenting. Hal yang perlu diingat dalam hubungan persahabatan, bahwa memperlakukan ia dengan empati penuh. Bersahabat bukan berarti menjadi tempat sampah gratis unek-unek apa pun. Tapi, sahabat adalah kondisi yang berimbang untuk saling membagi kisah. 

Tidak berat sebelah. Perlakukan ia sebagaimana inginnya kita diperlakukan. Siapkan telinga, siapkan nasihat, dan tidak melupakan dia saat memang ia harus tahu hal-hal yang terpenting dalam hidup kita. Menekan egoisme. Dengan adanya dia, kita sungguh berarti, karena dia dengan senang hati mengangkat kita menjadi sahabatnya. Walapun, tidak harus selalu dengan sebuah iklar persabatan.

Haruskan Sahabat Mengerti?

Saya menempatkan sahabat istimewa dalam hati saya. Berbagai karakter telah menjadi sahabat saya. Maka setiap perlakukan satu dengan yang lainnya berbeda. Saya tidak membeda-bedakan. Tapi secara naluri keadaan itu terjadi. Dan ternyata masing-masing tetap menjadi nyaman, bahkan sampai bilangan sepuluh tahun lebih.

Menjadi warning buat kita, baik-baik sajakah persahabatan dengan umur yang jangka panjang lama itu? Tidak juga. Perumpaannya sama seperti menjaga gelas kramik. Ada yang menjaga gelas kramik dengan memajangnya, membersihkannya setiap hari dan menyimpannya. Ada pula yang hanya menyimpannya di dalam kerdus. Karena khawatir pecah jika di pajang atau ada pula yang terus menatapnya lekat, karena terpesona akan keindahan lukisan di atasnya.

Begitulah, cara pandang seorang individu dalam menjaga persahabatannya itu. Sebaik-baiknya usaha manusia, pasti ditemukan celah. Memilki sahabat, membuat seakan dia adalah milik kita seutuhnya. Padahal, seorang sahabat pasti memiliki kehidupan pribadinya sendiri. Terkadang kita melupakan itu. Yang kita tahu, sahabat selalu ada untuk kita. Sehingga berevolusilah cinta persahabatan menjadi posesif.

Saya memandang cinta posesif ini dari sudut berbeda. Bukan menekan. Tapi saya melihat bagian dari rasa sayang para sahabat saya dengan saya. Keadaan itu membuat saya takjub. Sangat. Ada halnya membuat saya tidak nyaman, namun sahabat itu memahami masalah kita pada saat dia sedang bijak. Atau memberi nasehat dalam keadaan tidak tertekan. 

Namun, jika keadaan posesifnya mereka membuat saya tidak nyaman yang teramat, tidak ada salahnya disampaikan. Toh, dia sudah ditasbihkan menjadi sahabat. Jangan menyimpannya menjadi menggunung, karena alasan tidak enak atau takut menyakiti.
Persahabatan itu anugrah. Kita menjadi kita saat bersamanya. Itulah sahabat. Tetaplah menjadi sayapnya, yang dapat melambungkan asanya menjadi lebih tinggi. 

DS. 6 Mei 2014