Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tahun Baru: Waktu untuk Merenung, Mensyukuri, dan Memberi




Sebuah perayaan, menurut saya adalah kegiatan kita
‘ngeh’ akan datangnya suatu moment. Sehingga dengan perayaan itu, moment itu menjadi hal yang tidak terlupakan. Dan patut dibuat memori keindahan untuk membingkainya dalam sejarah hidup.

Dipenghujung 2013, sama seperti tahun penghujung tahun sebelumnya, perayaan akan meletup-letup dimana-mana. Tapi, karena kegiatan yang terus berlangsung setiap tahunnya itu menjadi tidak spesial lagi. Hal yang sama, manusia tumpah ruah dijalan-jalan, terompet berteriak dimana-mana walaupun pukul 00.00 belum datang. Dan yang membuat mengganggu adalah suara petasan. Karena saat itu, saya sedang meringkuk hangat dalam selimut, menjadi terbangun.

Saya sedang tidak membuat tulisan protes sebuah perayaan penyambutan tahun baru. Tidak juga membahas mengenai sejarah tahun baru dan berkaitan dengan kayakinan apapun. Walaupun, saya secara pribadi tidak menyambut dengan khusus datangnya tahun baru. Saya hanya menikmati moment liburan, yang biasanya bersamaan dengan tahun baru. Bagi saya tahun baru, hanyalah soal bergesernya waktu. Semakin mendekatkan diri kita pada masa depan. 

Sebenarnya, moment bergeraknya kita pada masa depan terjadi setiap detik, setiap jam, setiap hari yang jika diakumulasikan menjadi satuan bernama tahun. Disaat itulah, manusia di bumi ini melakukan semacam ritual bernama perayaan. Keadaan setiap hari inilah yang terkadang tidak disadari bahwa hidup dimakan usia, sehingga sebenarnya kita baru ‘ngeh’ saat angka tahun berubah.

Saya dalam tahun yang tertinggal

Usai tahun baru dirayakan, para manusia dengan bijak akan menyampaikan pengharapan atau sebuah doa. Namun, sayangnya perayaan tahun baru tidak banyak dilakukan dengan bijak pula. Walaupun saya tidak tergolong orang bijak, tidak ada salahnya juga kalau  saya pun ingin melempar pengharapan. Dan pengharapan saya, sama dengan pengharapan banyak orang. Tentu saja menjadi lebih baik. Saya punya rincian pengharapan, kalau ditulis disini nanti blog ini penuh dengan list keinginan saya. Jadi hal itu saya simpan saja dalam hati saya yang terdalam.

Namun secara garis besar, saya ingin bukan sekedar move on tapi move up. Meningkatkan kapasitas diri. Baik dari segi yang terlihat seperti material, maupun spiritual –baca dewasa. Dan tentu saja, sebagai seorang muslim, saya ingin menjadi terbaik dalam menjalankan kekhalifahan di dunia fana ini.

Sejenak saya mencoba merinci, apa rencana saya di tahun depan. Justru, yang mekelebatan di benak saya adalah hal-hal yang telah terjadi ditahun yang sudah tertinggal itu. Ternyata banyak kebodohan-kebodohan kecil yang memang pantas di tertawakan, hingga kesalahan besar yang seharusnya disesali dengan tangisan.

Keadaan tersebut pada saat ini, bergelayut berat di hati saya. Oleh sebab itu, saya menuliskan ini pada catatan kali ini. Karena menurut saya, menulis menjadi terapi bagi beratnya beban hati. Membuat hati saya lebih sehat, dan mengontrol tindakan saya selanjutnya. Tidak  hanya sebuah tingkah saya yang menjadi muhasabah diri, tapi ternyata sudah banyak sekali pelajaran keindahan yang Allah hadirkan disetiap detik hidup saya. Seharusnya saya mampu menangkapnya dengan sempurna, sehingga saya tahu mengapa saya dilahirkan. Sebenarnya, itu adalah point penting dalam hidup.
                
Catatan bintang dalam tahun yang tertinggal      
          
Saya hidup karena sebuah pemberian. Sejak kelahiran saya, setelah saya renungi hidup saya sejatinya adalah pemberian dan belas kasih. Orang tua, saudara, kerabat dan sahabat. Dan utama dalam kehidupan ini adalah pemberian Allah. Keadaan yang sangat pantas, jika saya juga melakukan sebuah tindakan yang sama terhadap lingkungan.

Pada tahun lalu, banyak sekali pemandangan yang mengharu biru tertanam dalam jiwa saya, buku-buku yang saya baca, kisah hidup nyata yang terpampang jelas di hadapan saya. Semua berbicara tentang tiada kerugian dalam hal memberi. Apapun itu, bahkan dari sebuah doa yang tersamar untuk orang lain. Saya merasakan keadaan ini, menjadi magis yang terus bergelora dalam dada saya. Mengingatkan saya untuk berlaku hal yang sama. Sesungguhnya dengan memberi, kita justru menerima lebih.

Dan sepertinya kita baru menyadari kalau waktu bergerak menjadi tua saat sebuah terompet dan petasan berlomba-lomba memekakan telinga, padahal setiap detik diri kita sesungguhnya meninggalkan masa lalu pada setiap detiknya. Seperti yang saya rasakan saat ini.