Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cara Tuhan memberitahukan 'Siapa Kita'


Kita perlu bertemu beberapa kejadian, agar Tuhan memberitahukan siapa diri kita sesungguhnya
.

Kenapa saya bisa mendapatkan kata-kata seperti di atas, tanpa saya kutip dari manapun atau mendengar nasehat orang lain. Kata-kata itu tiba-tiba muncul, langsung dalam benak saya. Mengapa? Tidak muncul secara tiba-tiba laik magic, kita mampu memunculkan sesuatu dalam benak karena ada backgroud sebuah kejadian. Dan saya percaya saat itu Tuhan sedang menegur saya dengan kata-kata saya sendiri.

Taruhlah, saat kau berazam sesuatu, misalnya “saya akan selalu tersenyum”, azam atau niat yang sederhana itu, ternyata diuji. Benar tidak kau bisa melakukannya. Bisa jadi, sebuah kejadian akan merebut senyummu itu. Padahal dengan semangat luar biasa, telah dicatatkan azam tersebut seperti prasasti. Tapi, itu dia. Selalu ada ujian yang dari hal yang kau tancapkan.

Kehidupan ini kan sementara, tapi karena hidup kita yang sementara ini yang menjadi penentu kehidupan dimasa depan (baca : akhirat), bagi yang mempercayai hal tersebut, maka kebaikan akan menjadi modal kehidupan selanjutnya. 

Pernah terbesit  sekilas dalam lintasan pikiran saya, menjadi orang baik itu tidak mudah, buktinya saya tidak juga lulus menjadi orang baik sebenar-benarnya. Tapi, saat menjadi orang jahat itu juga tidak mudah, buktinya saya selalu merasa tersiksa dengan tingkah laku saya yang menurut saya menyakitkan orang lain. 

Pernyataan barusan, janganlah terlalu dipercaya, hal itu terjadi karena kualitas atau kapasitas diri saya yang kurang memadai untuk benar-benar menjadi orang baik. Saya harus mencari bekal dan modal lebih banyak, untuk pondasi azam yang saya niatkan.

Jadi saat kita mempunyai tekad menjadi pemaaf, suatu saat diri kita akan dipertemukan dengan kejadian untuk menguji bagaimana seriusnya kita memberikan maaf itu, bukan hanya di kata tapi merasuk hingga jiwa. Juga saat kita berazam untuk menjadi pribadi yang ikhlas, sabar atau pemberi inspirasi.

Setiap pemahaman kita, tentang kebaikan hanya akan sekedar menjadi teori sebelum kita mampu mempraktikannya. Dalam pengalaman saya, keadaan salah merasa terus terjadi di hati saya, dan sebelah hati saya yang lain berkata tentang nasihatnya. Tapi, emosi ini kadang terkalahkan. Saya larut dengan hal yang saya rasa benar. 

Sehingga, saya tetap berada dalam lubang hitam, membuat saya kalah dengan bendera putih. Saya tidak kuasa dengan perasaan yang terjadi, akibat sebuah kejadian yang saya alami. Saya menjadi objek penderita parah. Terzolimi. Padahal hal itu belum tentu benar terjadi. Karena, setiap kejadian ini terjadi karena Tuhan sedang menguji siapa sebenarnya kita.

                Maka butuh nila setitik untuk merusak susu sebelanga. Jangan terlalu prontal saat emosi menguasai kita. Saat itu, kita tidak pernah tahu tingkah laku kita benar bijak atau tidak.

Januari 2014.