Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Terkaan-terkaan





Kenapa harus ada terkaan –terkaan yang mengelilingi hidup. Memang hidup ini harus di terka. Tapi, seharusnya tidak ada pembanding antara satu dengan yang lainnya. Karena, setiap hidup dihayati berbeda oleh insan pemiliknya.
Bahkan terkaan sebuah kepastian. Yaitu mati. Juga di interpestasikan berbeda bukan? Saya dan kamu.

Saat banyak sekali terkaan yang hinggap di kepala saya, membuat saya letih terkadang. Tapi, hidup itu adalah bukan siaran tunda.

Awalnya saya mengumpulkan semua terkaan saya menjadi sebuah jilid hidup. Setelah berulang kali di baca ternyata di penuhi dengan rasa ngeri saya soal langkah kedepan. Oh my Allah, jangan-jangan dalam kepala saya dipenuhi ion-oin negatif terus menerus. Sehatkah? Atau saya sedang depresi. Mungkin! :)

Seperti di tulisan saya sebelumnya, dalam melangkah saya ingin menutup mata. Tapi dengan begitu saya takut melewatkan hal yang fantastis. Memikirkan hal yang kontradiksi tersebut membuat saya seperti juliet yang kehilangan cinta romeo.

Menepatkan diri pada dirinya

Hukum hidup itu seperti tertakdir dua hal, bahagia atau derita. Nah, seperti istilah badai pasti berlalu, saya tahu tidak ada abadi dengan derita, itu artinya, soal bahagia pun tidak juga.  Saya punya hobi untuk membaca kisah, baik melalui tulisan atau kisah yang terpapar nyata di depan mata saya.

Anehnya, saya selalu membuat simulasi seolah-olah yang terjadi pada mereka, akan terjadi pada saya juga. Hal itu, justru membuat saya menerka-nerka dan mencuatkan pertanyaan bagaimana kalau terjadi pada saya? Maka timbullah terkaan-terkaan yang menghawatirkan menyulutkan langkah saya.

Apalagi saat ini saya sedang dilingkari kebahagian. Kecintaan bersama keluarga dan sahabat. Jadi, saat moment untuk merubah hidup datang, ternyata yang ada terkaan-terkaan yang menurut sahabat saya tidak penting sama sekali.

Saya tahu tapi tidak paham.

Saya mengerti dengan apa yang terjadi pada kisah hidup insan itu memerlukan kunci-kunci, seperti di pesankan Tuhan dalam kitabnya, yaitu sabar dan sholat. Simple dan hanya itu. Saya juga tahu daun jatuh pun perlu ijin dari Tuhan. Lantas, kenapa masih saja manusia ribet dan kusut soal terkaan yang terjadi masa depan.

Pernah dengar? Kalau kita hidup untuk hari ini. Tidak perlu cemaskan masa depan, dan jangan sesali masa lalu. Sebenarnya saya sedikit setuju dengan hal itu, tapi sebenarnya masa depan itu bagaimana kita di saat ini. Intinya, kita hidup saat ini adalah langkah mempersiapkan masa depan. Akhirat misalnya.

Entahlah, saya mulai terengah-engah dengan tulisan ini, saya  mungkin tidak banyak mengerti. Saya semakin bodoh. Tapi, ada hal yang saya tegaskan dalam hati saya, kalau saya siap hadapi apapun. Dan semua akan baik-baik saja.

Saatnya saya mulai menerka hidup dengan warna-warna cerah. Dan membuat satu jilid buku tentangnya, agar menjadi bahan bakar hidup saya, dan tidak menyurutkan langkah saya lagi.

DS, 06 Oktober 2012