Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Penyesalan Bukan Pendaftaran Yang Terjadinya Diawal



Menyesal. Kata itu menyesaki dada saya, dengan telah apa yang saya kerjakan. Kadang, rasa ini benar mengganggu saya, apalagi setelah apa yang saya lakukan terhadap orang lain. Lisan saya tidak terjaga –hal yang sangat saya khawatirkan menggoreskan luka di hati--, sikap saya yang terbawa arus emosi saat suasana memanas.

Sebenarnya, saya hanya perlu mengambil kipas dan tarik nafas untuk mengontrol hati dan prilaku saya saat suasana memanas. Tapi, saya tidak matang dalam menghadapi itu. Akhirnya, saya di tindasi oleh perasaan bersalah setelahnya, benarkah yang saya katakan tadi, apakah intonasi suara saya menyakitinya, atau prilaku saya yang menyerupai anak-anak sehingga membuat orang lain kesal.

Allah Maha Baik


Dalam keadaan dilingkari kondisi tersebut, mungkin Allah menegur saya dengan perasaan bersalah. Cara Allah bilang kalau menyakiti atau mengrutu pada suatu hal itu, ternyata melelahkan. Akhirnya, membuat saya terus mengucap mantera ‘maafkan saya’ dan tiba-tiba dikutuk menjadi ‘macan jahat’. Ah, menyedihkan!

Maka, saat ini saya ingin mencoba melatih rasa empati saya, kalau saja saya berada di posisi orang di sekeliling saya. Mereka itu menyayangi saya dengan tulus, seharusnya saya membayarnya dua kali lipat.

Cinta

Allah, memang maha adil. Dia memberi imbalan tunai terhadap apa-apa yang telah kita lakukan. Saatnya saya intropeksi diri dan memohon hadiah dari Allah yaitu pengampunan. Dan memohon agar cinta yang lembut betah bersemayam di hati saya.

Bukankah tidak ada balasan bagi amal yang baik - melainkan balasan yang baik juga? Q.s. Ar rahman: 60

DS, 28 November 2011