Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bunda, Aku dan Lantunan Cinta: Rindu Tak Tertandingi, Cemas Tak Terobati




Bunda, aku di peluk rindu
Jejak hidupku merangkai rindu padanya. Tak ada habisnya. Yakinku, akan bersemayam dalam jiwaku, mendarah daging, hingga sepanjang usiaku. Aku akan selalu merindu padanya. Diruang hatiku, rindu itu tak akan pernah lekang. Syukurku kini dia masih disisiku.

Bunda, hatiku bersemayam takut.
Di setiap sedihnya, aku menyimpan ketakutan. Itu melemahkanku untuk berpikir positif. Dari aku bersamanya hingga kini, debaran jantungnya mengisaratkan harapan. Tapi usai waktu menanjak, semakin membuat takut menebal pada nafasku. Aku belum mampu juga mengentaskan inginnya, mengganti kerja kerasnya dengan satu senyum saja. Tetap saja dia akan mati-matian untuk mebuatku bahagia.

Bunda, aku ditemani cemas
Pada setiap detik sakitnya, pada saat itu juga cemasku tak mau beranjak pergi. Sakit adalah hal yang wajar bagi sebuah insan. Tetap saja, saat keluhnya yang tidak juga terucap –aku selalu bisa membaca dari wajahnya--. Aku begitu takut kehilangan dia. Jika waktu membuatnya ringkih, rasa cemas selalu saja menemani. Aku mau dia panjang umur dan selalu sehat.

Bunda, aku tertatih untuk bersyukur
Jika ku kenang ini, maka mataku semakin memanas. Kerasnya hidup tak membuatnya menelantarkan aku. Sambil menyeka keringat di dahinya, dia membuatku sejuk dalam pelukan cintanya. Dalam kondisi apapun. Jika senja hadir, hidangan mengeyangkan tersedia –kadang aku malas beranjak dari kamar hanya sekedar untuk makan--. Saat pagiku di penuhi dengan ketergesaan, dia mencari sebuah sarapan –yang jarang aku habiskan—


Bunda, aku terlena oleh nyanyian cinta
28 tahun yang lalu, dia tak pernah menyesal mengenalku. Diantara kebahagiannya, aku diagungkan sebagai penawar rasa getir hidupnya. Perjalanan hidupnya menjadi nyanyian cinta. Diam-diam sangat mengaguminya. Sangat...bahkan kalau aku bisa lahir di pangkuannya, aku pun ingin mati di pangkuannya.

Bunda, bolehkah..?
Dari waktu yang menyeret ku pada kedewasaan. Aku sangat ingin hidup selamanya dengannya. Sangat ingin, mengganti lelahnya, menyeka kesedihannya dan menemaninya dengan hadirku doaku hingga akhir jaman.

Bunda bolehkan?

Duren Sawit, 10 April 2010