Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sebuah harapan, sebuah usaha




Impian. Hampir semua orang punya, tentu sarat dengan alasan. Dan sebuah impian itu terbentuk dari pemikiran dan pengalaman hidup si empunya. Berharap menjadi idola, ingin popular, berhasil sepanjang jaman.

Impian itu bisa sederhana atau hebat, tergantung cara pandang kita. Impian adalah hak semua orang. Yang terpenting semua harus di tebus dengan kerja keras. Pada dasarnya manusia hidup ingin bahagia, banyak uang, punya jabatan –sebuah pengakuaan sosial--, kalau perlu, tidak harus bersusah payah untuk mencapai itu, tapi ya mana mungkin --ini beneran mimpi--. Biasanya sebuah impian itu meletus karena alasan seperti tadi. Intinya ingin bahagia.

Kepala manusia itu, diberi banyak kepintaran untuk berbuat. Sedangkan kesempatan, memberi kita banyak pilihan. Kita boleh diam saja memanjakan diri, menghabiskan waktu dengan membaca, belajar meningkatkan mutu diri, atau pergi keluar hadapi dunia untuk kerja keras.

Sebenarnya catatan ini muncul karena satu hal yang menggelitik hati saya. Sahabat-sahabat saya sedang berproses menggapai impiannya, yaitu sebuah kemapanan. Saya pun begitu. Seperti sebuah istilah banyak jalan menuju Roma, begitu pula mereka. Cara yang mereka tempuh saat ini adalah dengan mengikuti bisnis multi level marketing (MLM, red).

Salah satu sahabat saya telah gandrung dengan MLM yang produknya sebuah obat yang seperti katanya hasilnya sangat luar biasa, penyakit apapun bisa sembuh. Jadi menurut dia, mengikuti MLM ini tidak akan rugi. Karena kesehatan adalah aset. Saya setuju apa yang dia katakan –pernyataan dia kesehatan adalah aset--. Dan dia mulai mendorong saya untuk ikut jaringannya, dan tahu reaksi saya? Saya tidak bergitu tertarik. Entahlah hati saya belum berminat, saya katakan ‘belum’, jadi belum tahu nantinya.

Dia terus mendorong saya untuk ikut dengan nada ajakannya dengan penuh semangat. Tetap saja reaksi saya biasa saja. Mungkin, dia kecewa dari setiap jawaban saya. Pada kesempatan ini saya mohon maaf soal itu. Terus terang, semenjak dia terlibat MLM tersebut saya seperti kehilangan dia. Jika ada pembicaraan antara kami yang di utarakan pasti soal itu. Saya harap ini hanya perasaan saya saja.


Masih mengenai MLM dan sahabat saya. Sahabat saya yang lain, baru saja terlibat sebuah MLM. Berbeda dengan yang tadi, dia berkutat pada penjualan pulsa. Dan katanya dia sudah mempunyai 36 Unit usaha –saya tidak tahu nama jelas jaringannya--. Dia bilang dalam waktu sebulan keuntungannya bisa mencapai jutaan –saya tidak tahu pasti angkanya--. Yang satu ini menjalankan dengan santai, tidak mencoba menarik saya untuk berada di jaringannya, walaupun terlintas pernah. Tapi, dia tahu benar siapa saya. Jadi dia tidak terlalu memprospek saya.

Saya berpikir jika kedua sahabat ini saling memprospek, apa yang terjadi? Wah, saya menolak untuk menerka.

Yang membuat saya sangat salut sekali (3S) kepada mereka adalah optimis tinggi, semangat yang mencuat dan pasti harapan yang di penuhi kerja keras plus butuh perasaan yang kuat, dalam artian tidak mudah kecewa. Bayangkan kalau semua orang yang di prosepek sama seperti saya. Syukurnya orang macam saya ini langka 

Dalam tulisan ini, saya ingin menyampaikan bahwa saya berterima kasih kepada mereka yang telah mengajarkan semangat meraih sebuah impian. Dan saya sangat menghargai mereka dengan caranya masing-masing. Sama halnya saya menghargai jerih payah seseorang yang berkerja dengan keringat, belajar di sekolah demi sebuah cita-cita, dan perlindungan seorang ibu terhadap anaknya.

Bukan suatu mimpi kosong jika teman saya itu menginginkan sebuah kapal pesiar, mobil atau jumlah angka di rekeningnya meningkat. Karena saya dan anda semua tidak pernah tahu masa depan. Saya percaya mereka bisa berhasil, bukan kerena jaringan bisnis mereka tapi kerja keras mereka untuk mengupayakannya. MLM adalah salah satu cara atau jalan menuju Roma, tapi tidak semua orang ingin pergi ke Roma? Mungkin ingin ke kota lain. Setiap orang punya impiannya masing2. Itu hanya pendapat pribadi saya.

Akhirnya, buat sabahat saya tercinta, terima kasih atas semangat, cinta kalian untuk mengajak saya sukses dan pengertian terbesar kalian atas diri saya. Semua orang ingin sukses dan menggapai impiannya. Kalau kalian bisa, saya pun bisa. Hanya saja mungkin berbeda wadah atau saya tidak mau mengatakannya di sini.

DS, 18 April 2010
Saat saya ingat mereka